Jumat, 09 April 2010

Penerapan Teori Sosial Budaya dalam Historiografi Indonesia”

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang masalah

Sejarah merupakan ilmu mengenai kisah-kisah perkembangan manusia pada waktu dan tempat tertentu. Kisah–kisah dalam sejarah dapat dibedakan menjadi dua arti,yaitu :

· Sejarah dalam arti objektif

Sejarah dalam arti objektif, adalah kejadian atau peristiwa yang sebenarnya (History of Actually).

· Sejarah dalam arti subjektif.

Sejarah dalam arti subjektif (History of Record) adalah pengkisahan atau penulisan dari peristiwa sejarah.

Dalam sebuah penulisan seorang sejarawan tentunya memiliki sebuah latar belakang yang melingkupinya dalam sebuah penulisan sejarah. Sejarawan dalam penulisannya dipengaruhi oleh keadaan zaman dan lingkungan kebudayaan di tempat sejarawan itu hidup. Sehingga dalam sebuah historiografi dipengaruhi oleh lingkungan zaman dan kebudayaan semasa sejarah itu ditulis.

Dalam sebuah historiografi dapat dilihat dengan mempelajari kronologis penulisan sejarah. Yang berarti bahwa setiap zaman penulisan sejarah akan berbeda, menurut perspektif seorang sejarawan pada saat penulisan tersebut. Sehingga dalam sebuah penulisan atau historiografi terdapat perkembangan penulisan sejarah dengan pengaruh zaman, lingkungan, kebudayaan pada setiap penulisan sejarah, perkembangan penggunaan teori dan metodologi dan seni pengungkapan serta penyajian sejarah.

Menurut uraian diatas sebuah historiografi tidak terlepas dari penggunaan teori-teori sosial budaya. Oleh karena itu kami tertarik untuk menyusun sebuah makalah dengan judul “Penerapan Teori Sosial Budaya dalam Historiografi Indonesia”.

B. Permasalahan

Dari latarbelakang yang telah dijabarkan diatas timbulah beberapa pertanyaan seperti dibawah ini, yaitu:

1. Bagaimana perkembangan Historiografi Indonesia?

2. Apakah yang dimaksud dengan teori?

3. Bagaimanakah penerapan teori social budaya dalam historiografi Indonesia?

C. Tujuan

1. Mengetahui perkembangan historiografi Indonesia?

2. Mengerti definisi teori?

3. Bagaimanakah penerapan teori social budaya dalam historiografi Indonesia?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Historiografi Indonesia

Dalam pengkisahan suatu peristiwa sejarah harus menggunakan sumber-sumber bukti peninggalan peristiwa itu terjadi yang bersifat akurat dan kredibel, baik berupa benda-benda (artifact) maupun dokumen-dokumen tertulis secara benar. Bahan-bahan ini menjadi sumber sejarah. Hanya dengan mencari sumber-sumber informasi inilah, kegiatan mencari sumber sejarah dalam ilmu sejarah disebut heuristik, sejarawan dapat membuat rekontruksi peristiwa masa lampau dan menulis uraian sejarah sering disebut juga History as written atau Historiografi

Historigrafi yang selalu berkembang dan menurut jiwa zaman seorang sejarawan, menjadikan historiografi dapat diklasifikasikan menjadi berbagai macam. Dalam sebuah historiografi Indonesia terutama dibagi atas dua historiografi besar yaitu, historiografi tradisional dan historiografi Indonesia modern. Historiografi Indonesia tradisional dipengaruhi oleh jiwa zaman yang banyak mengandung unsur-unsur mitos atau mitologi. Sedangkan dalam historiografi Indonesia modern unsur tersebut tidak diketahui, namun bila dalam penulisan masih terdapat mitos, hal itu dapat dikategorikan dalam historiografi Indonesia tradisional. Historiografi tidak dipengaruhai oleh kapan historiografi atau penulisan sejarah itu ditulis.

Historiografi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari praktik ilmu sejarah, termasuk mempelajari metodologi sejarah dan perkembangan sejarah sebagai suatu disiplin akademik. Istilah ini dapat pula merujuk pada bagian tertentu dari tulisan sejarah. Sebagai contoh, "historiografi Indonesia mengenai Gerakan 30 September selama rezim Soeharto" dapat merujuk pada pendekatan metodologis dan ide-ide mengenai sejarah gerakan tersebut yang telah ditulis selama periode tersebut. Sebagai suatu analisa meta dari deskripsi sejarah, arti ketiga ini dapat berhubungan dengan kedua arti sebelumnya dalam pengertian bahwa analisa tersebut biasanya terfokus pada narasi, interpretasi, pandangan umum, penggunaan bukti-bukti, dan metode-metode dalam presentasi dari sejarawan lainnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Historiografi).

Dalam perkembanganya Historiografi Indonesia dibagi kedalam beberapa macam, yaitu:

i. Historiografi tradisional

Historiografi tradisional merupakan ekspresi kultural dari usaha untuk merekam sejarah. Dalam historiografi tradisional ada unsur-unsur yang tidak bisa lepas yaitu sebagai karya imajinatif dan sebagai karya mitologi. Historiografi pada masa klasik diwarnai oleh aktor-aktor sentries. Menurut para sejarawan penulisan sejarah ( tidak dalam bentuk prasasti ) di Indonesia dimulai oleh Mpu Prapanca yang mengarang kitab NegaraKertagama. Seorang tokoh, yang menjadi aktor utama berperan sebagai pemimpin besar. Hasil karya historiografi tradisional antara lain: Carita Parahyangan, Sajarah Melayu, dan Babad.

Cerita Parahyangan memberikan gambaran mengenai peristiwa sejarah yang pernah terjadi di daerah Jawa Barat. Di dalamnya menceritakan kisah Sanjaya yang mengalahkan banyak raja – raja di Asia Tenggara. Sedangkan sejarah Melayu sendiri menceritakan tentang Iskandar Zulkarnaen yang berkuasa di Mesopotamia selama tiga abad. Dari beberapa cerita tadi bisa diambil kesimpulan bahwa :

1. Historiografi pada masa klasik diwarnai oleh aktor-aktor sentries. Seorang tokoh, yang menjadi aktor utama berperan sebagai pemimpin besar.

2. Historiografi pada masa tersebut sulit dilepaskan dari mitos dan hanya menceritakan kalangan istana saja ( Istana Centris ).

3. kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam hal geneologi namun lemah dalam hal kronologi.

Ciri-ciri dari Historiografi Tradisional sendiri dapat dibagi menjadi beberapa macam:

1. Oral tradition

Historiografi jenis ini di sampaikan secara lisan, maka tidak dijamin keutuhan redaksionalnya.

2. Anakronistik

Dalam menempatkan waktu sering terjadi kesalahan kesalahan, pernyataan waktu dengan fakta sejarah termasuk di dalamnya penggunaan kosa kata, penggunaan kata nama dll.

3. Etnosentris

Penulisan selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu. Dan sangat berpusat pada kedaerahan.

Bentuk-bentuk Historiografi Tradisional dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

1. Mitos

Bentuk ini pada dasarnya merupakan suatu proses internalisasi dari pengalaman spiritual manusia tentang kenyataan lalu di ungkapkan melalui kisah sejarah

2. Genealogis

Bentuk ini merupakan gambaran mengenai pertautan antara individu dengan yang lain atau suatu generasi dengan generasi berikutnya. Sil silah sangat penting untuk melegitimasikan kedudukan mereka.

3. Kronik.

Dalam penulisan ini sudah ada penulisan kesadaran tentang waktu, Namun demikian juga masih di lingkungan kepercayaan yang bersifat kosmosmagis

4. Analisis.

Sebenarnya bentuk ini merupakan cabang dari kronik hanya saja bentuk analisis ini sudah lebih maju dan lebih jelas, Sudah berusaha membeberkan kisah dalam uraian waktu.

5. Logis

Kisah yang di ungkapkan mengamdungh mitos, legenda, dongeng, asal usul suatu bangsa, kisah disini merupakan merupakan kisah yang merupakan suatu pembenaran berdasar emosi dan kepercayaan.

6. Supranatural

Dalam hal ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bias diterima dengan akal sehat sering terdapat di dalamnya.


ii. Historiografi Kolonial

Historiografi kolonial sering di sebut sebagai Eropa Sentris, Penulisan sejarah semacam ini memusatkan perhatiannya kepada belanda sebagai tempat perjalanan baik pelayaran maupun pemukiman di benua lain. Historiografi semacam ini di tulis oleh penulis-penulis orang asing di dunia timur. Mereka kebanyakan tidak memiliki ferifikasi kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena tulisan semacam ini banyak kekurangannya.

Sumber-sumber historiografi kolonial berasal dari dokumen-dokumen VOC, Geewoon Archief dan Gehem Achief, Wilde Vaart; catatan pelayaran orang orang belanda di perairan, Koloniale Verslagen laporan tahunan pemerintah belanda. Penggunaan faham seperti ini dan sumber-sumber seperti ini mempersempit pandangan internasional terhadap Indonesia, jika di pakai sumber sejarah kekurangannya terletak pada:

1. Mengabaikan banyak peristiwa peristiwa dari aktivitas bangsa Indonesia

2. Terlalu sempit dan kurang lengkap

3. Terlalu berat sebelah

Untuk menghadapi karya semacam ini dapat menulis menggunakan dan memperhatikan langkah langkah sebagai berikut;

1. Memperluas obyek dengan memperhatikan semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia

2. Menggunakan pendekatan multidimensional

3. Menggunakan konsep ilmu social sehingga memahami peristiwa peristiwa yang terjadi

4. Menekankan mikro history subyek tidak terlalu luas tetapi dikerjakan secara mendalam

5. Konsep yang digunakan adalah sejarah nasional

6. Menerapkan metode sejarah analitis.

Menjelang kemerdekaan Indonesia pada masa kemerdekaan telah muncul karya karya yang berisi perlawanan terhadap pemerintah colonial yang di lakukan oleh pahlawan nasional, Secara umum tulisan ini merupakan ekspresi dan semangat nasionalistis yang berkobar kobar. Periode ini disebut sebagai periode post Revolusi atau Historiografi pada masa Pasaca Proklamasi. Tokoh tokoh nasional menjadi symbol kenasionalan dan memberi identitas bagi bangsa Indonesia, Jenis sejarah semacam ini perlu di hargai sebagai fungsi sosiopolitik, yaitu membangkitkan semangat nasional.


iii. Historiografi Pasca Kemerdekaan

Penulisan sejarah pada masa pasca kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai peristiwa-peristiwa yang masih hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini penulisan sejarah meliputi beberapa peristiwa penting, misalnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pembentukan pemerintahan Republik Indonesia. Kejadian-kejadian sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia yang meliputi sebab-sebab serta akibatnya bagi bangsa ini merupakan sorotan utama para penulis sejarah.

Fokus penulisan sejarah pada masa ini juga mengangkat tentang tokoh-tokoh pahlawan nasional yang telah berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan dan bahkan banyak biografi-biografi tokoh pahlawan nasional yang diterbitkan misalnya saja Teuku Umar, Pangeran Diponegoro, atau Imam Bonjol. Selain biografi tentang pahlawan nasional, banyak juga ditemui tulisan mengenai tokoh pergerakan nasional seperti Kartini, Kiai Haji Wahid Hayim. Biografi-biografi tersebut diterbitkan dimungkinkan karena alasan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme diantara kalangan masyarakat. Pada kondisi dimana sebuah Negara baru berdiri, nasionalisme sangatlah penting mengingat masih betapa rapuhnya sebuah Negara tersebut seperti bayi yang baru lahir, sangat rentan terhadap penyakit baik dari dalam maupun dari luar. Dan nasionalisme menjaga keutuhan sebuah Negara tersebut agar tetap tegar dan tumbuh menjadi sebuah Negara yang makmur dikemudian hari.

Pada masa ini mulai muncul lagi penulisan sejarah yang Indonesia sentris yang artinya penulisan sejarah yang mengutamakan atau mempunyai sudut pandang dari Indonesia sendiri. Pada masa sebelumnya yaitu masa colonial, penulisan sejarah sangat Eropa sentris karena yang melakukan penulisan tersebut adalah orang-orang eropa yang mempunyai sudut pandang bahwa orang eropa merupakan yang paling baik. Pada masa kemerdekaan ini penulisan sejarah telah dilakukan oleh bangsa sendiri yang mengenal baik akan keadaan Negara ini, jadi dapat dipastikan bahwa isi dari penulisan tersebut dapat dipercaya. Penulisan sejarah yang Indonesia sentris memang sudah dimulai jauh pada masa kerajaan-kerajaan, tetapi kemudian ketika bangsa barat masuk ke Indonesia maka era penulisan sejarah yang Indonesia sentris mulai meredup dan digantikan oleh historiografi yang eropa sentris.

Penulisan sejarah tentu saja berisi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, dan tentu saja sangat berkaitan erat dengan tokoh yang menjadi aktor atau pelaku sejarah tersebut. Pada peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia yang menjadi sorotan utama adalah tokoh nasional yang sering disebut sebagai Dwitunggal yaitu Soekarno dan Moh. Hatta. Dua tokoh inilah yang menjadi tokoh utama dalam peristiwa proklamasi tersebut, disamping tentu saja sangat banyak tokoh-tokoh lain yang turut berperan dalam peristiwa tersebut.


iv. Historiografi Indonesia Modern

Historiografi Indonesia modern dimulai sejak diselenggarakannya Seminar Sejarah Nasional Indonesia di Yogyakarta dimulai pada tahun 1957. Semenjak itu penulisan sejarah Indonesia mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri. Sehingga dengan demikian dapat dilihat perkembangan Indonesia-sentris yang mulai beranjak. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh bagi perkembangan sejarah itu sendiri. Berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri, dengan demikian tentu saja objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan karena yang menulis sejarah adalah orang yang berada pada saat peristiwa tersebut terjadi atau setidaknya

Pada masa ini juga terdapat terobosan baru, yaitu munculnya peranan-peranan rakyat kecil atau wong cilik sebagai pelaku sejarah yang bisa dibilang diperopori oleh Prof. Sartono kartodirjo. Semenjak itu khasanah historiografi Indonesia bertambah luas. Selama ini penulisan sejarah boleh dikatakan didominasi oleh para tokoh-tokoh besar saja seperti para pahlawan kemerdekaan, ataupun tokoh politik yang berpengaruh. Hal tersebut tentu saja tidak jelek, karena pada masa itu yaitu sekitar kemerdekaan, bisa dibilang historiografi dipakai sebagai pemicu rasa nasionalisme ditengah-tengah masyarakat yang baru tumbuh. Oleh karena itu pada masa itu historiografi hanya berisi mengenai biografi dan penulisan tentang tokoh-tokoh besar saja.

Perpindahan pandangan penulisan sejarah yang semula Eropa-sentris menuju Indonesia-sentris tentu saja sangat berpengaruh bagi perkembangan historiografi selanjutnya. Karena pada masa penjajahan Belanda historiografi Indonesia memiliki ciri Eropa-sentris yaitu lebih memadang bangsa Eropa sebagai yang paling baik, dan bangsa diluar tersebut adalah tidak baik. Tetapi dengan berubahnya pandangan menjadi Indonesia-sentris memungkinkan bangsa Indonesia tidak lagi dipandang sebagai bangsa rendahan. Perkembangan yang terlihat pada penulisan sejarah Indonesia adalah kata-kata "pemberontakan" yang dahulu sering ditulis oleh para sejarawan Eropa kini berganti menjadi "perlawanan" atau "perjuangan" hal tersebut logis karena sebagai bangsa yang terjajah tentu saja harus melawan untuk mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan.

Tetapi pada perkembangan setelah Seminar Sejarah tahun 1957 muncul beberapa permasalahan yang tampaknya cukup mengganggu, yaitu para sejarawan cenderung hanya mengekor pada tradisi historiografi colonial, dalam artian para sejarawan tidak dapat memanfaatkan tradisi keilmuan sosial dalam melakukan penelitian sejarah. Pada permasalahan selanjutnya adalah sejarawan seringkali hanya memfokuskan pada persoalan Indonesia saja, padahal ada persoalan besar yang berkaitan dengan dunia secara global. Tetapi tentu saja hal tersebut kemudian menjadi bahan refleksi untuk perkembangan historiografi Indonesia yang tidak hanya berorientasi Indonesia namun juga berkaitan dengan dunia (http://blog.bukukita.com/users/ermawati/?postId=6240).


B. Definisi Teori

Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika.

Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.

Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.

Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah terobservasi. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum pernah teramati di alam.

Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.

Ilmu social mengambil masyarakat atau kehidupan bersama sebagai objek yang dipelajari. Ilmu-ilmu social belum memiliki kaidah dan dalil yang tetap dimana oleh bagian yang terbesar masyarakat, oleh karena itu ilmu social belum lama berkembang, sedangkan yang menjadi objeknya masyarakat terus berubah. Sifat masyarakat terus berubah-ubah, hingga belum dapat diselidiki dianalisis secara tuntas hubungan antara unsure-unsur dalam kehidupan masyarakat yang lebih mendalam. Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama berkembang, sehingga telah memiliki kaidah dan dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat, dikarenakan objeknya bukan manusia. Ilmu social yang masih muda usianya, baru sampai pada tahap analisis dinamika artinya baru dalam dataran tentang analisis dataran masyarakat manusia yang bergerak. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar).


C. Perkembangan Penerapan teori sosial budaya dalam Historiografi Indonesia

Pengertian teori dalam ilmu sejarah berbeda dengan yang ada dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Kemanusiaan. Teori sejarah (filsafat sejarah kritis) adalah metodologi yakni menyangkut bagaimana upaya menghadirkan masa lalu, kerangka berpikir, konsep yang sifatnya epistemologis. Adapun teori dalam Ilmu-ilmu Sosial adalah hubungan antar gejala-gejala yang sudah dikukuhkan melalui sebuah serangkaian pengujian (http://anasluthfi.blogspot.com/2006/03/halo-apakah-sejarah-punya teori.).

Hingga sekarang, ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara sistematik (systhematic) yang selalu dapat diperiksa dan ditelaah (verifikatif maupun falsifikatif) secara kritis oleh orang lain yang ingin mengetahuinya. Artinya di dalam ilmu pengetahuan itu terdapat teori.

Sejak diperkenalkan oleh Sartono sejarah sebagai rekonstruksi masa lalu tak ada bedanya dengan ilmu sosial lain yang merekonstruksi kondisi sosial saat ini. Bedanya, yang satu merekonstruksi the past, yang lainnya the present. dalam merekonstruksi masa lalu didapat dari jejak yang ditinggalkan dari suatu masa yang telah lampau. Jejak tersebut dapat bersifatnya fisik atau non-fisik, tulisan, bangunan, cerita seseorang (lisan), atau wacana yang berupa cara bersikap seseorang, cara berpikir dan bertingkah laku aktor peristiwa dimasa lampau pada saat ini. Dapat dikatakan menulis masa lalu berdasarkan masa kini, sedangkan ilmu sosial yang memberi background sejarah, adalah menulis masa kini berdasarkan masa lalu.

Setelah kita memiliki jejak barulah kita memulai mengkonstruksikannya menjadi sebuah keutuhan masa lalu, yang terdiri dari kisahan (narasi) dan penjelasan (eksplanasi). Narasi berupa kronologis cerita dari satu masa menuju suatu masa yang lain. Sedangkan dalam eksplanasi, seseorang bisa saja menjelaskan suatu peristiwa secara common sense, atau dengan “kebenaran yang diyakini” tanpa menyebutnya sebagai “teori”. Melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial, sejarah melakukan eksplanasi. Diakui dalam historiografi membutuhkan teori yang dipinjam dari ilmu social yang lain.

Beberapa orang kemudian mulai menuntut sejarah untuk memiliki teori, yaitu a set of properly argued ideas intended to explain facts or events, sekumpulan ide-ide yang diargumentasikan secara layak untuk menjelaskan fakta atau peristiwa. Sebenarnya sejarah memiliki teori, yaitu bagaimana mendapatkan sumber, lalu melakukan kritik sumber dari sisi otensitas maupun validitasnya serta menghadirkan masa lampau dalam sebuah kisah.

Tujuan dari penggunaan metode sejarah dalam historiografi adalah untuk memperoleh hasil penelitian berupa rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif hingga tingkat yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode sejarah itu terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Bahkan Kuntowijoyo menyebutkan bahwa penelitian sejarah mempunyai lima tahapan yaitu topik, pengumpulan sumber, verifikasi (kritik sejarah atau keabsahan sumber, interpretasi (analisis dan sintesis) dan penulisan (Kuntowijoyo, 1995: 89).

Tahapan sebuah historiografi diawali dengan pencarian data dan pengumpulan sumber atau dikenal dengan istilah heuristik. Heuristik adalah suatu teknik yang membantu kita untuk mencari jejak-jejak sejarah. Heuristik juga merupakan sebuah tahapan atau kegiatan untuk merumuskan atau menghimpun sumber, data dan informasi mengenai masalah yang diangkat, baik tertulis maupun tidak tertulis (dokumen dan artefak) yang disesuaikan dengan jenis sejarah yang akan ditulis (Kuntowijiyo, 1995: 94). Dalam rangka mengumpulkan sumber tertulis yang relevan dengan tema yang sedang dikaji, maka penulis melakukan studi kepustakaan.

Tahapan berikutnya adalah kritik atau tahapan verifikasi, yaitu tahapan atau kegiatan meneliti dan menyeleksi sumber, informasi, jejak secara kritis. Setiap sumber memiliki dua aspek yaitu ekstern dan intern, karena itu kritik pun terbagi menjadi dua yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern merupakan proses penyeleksian data dengan menyelidiki kredibilitas sumber atau kebiasaan yang dipercayai, sedangkan kritik ekstern menyelidiki otentisitas sumber atau keaslian sumber (Kuntowijoyo, 1995: 99).

Tahapan selanjutnya adalah dengan melakukan interpretasi (penafsiran) terhadap data tersebut. Tahapan ini sering disebut sebagai sumber subyektifitas, karena menurut Kuntowijoyo (1995: 100) pendapat tersebut sebagian benar dan sebagian lagi salah. Interpretasi sebagai sumber subyektifitas dikatakan benar, karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur, akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Orang lain dapat melihat kembali dan menafsirkan ulang. Itulah sebabnya, subyektifitas penulis sejarah diakui, tetapi untuk dihindari. Interpretasi mengandung maksud sebagai penafsiran terhadap data yang terkumpul setelah dilakukan penyeleksian atau pengujian sumber (kritik sumber).

Tahap keempat adalah tahap historiografi. Historiografi atau tulisan sejarah atau kisah sejarah merupakan rekaman tentang semua yang telah terjadi yang berada alam kerajaan kesadaran manusia (Barnes dalam Herlina-Lubis, 2000: 9).

Dalam penulisan sejarah indonesia terdapat tiga paradigma yang selalu berurutan walaupun tidak bertahap, yaitu:

1. Rekonstruksionisme

Tokoh dari aliran ini ialah Leopold van Ranke (1795-1886) yang menginginkan data-data tertulis sebagai sebuah sumber penulisan sejarah yang objektif serta tidak menginginkan penggunaan teori untuk melakukan eksplanasi sejarah. Aliran ini tidak hanya berpengaruh di dunia Barat akan tetapi juga sampai ke Indonesia. Sampai 1970-an aliran ini masih mendominasi historiografi Indonesia (Wasino, 2007: 21).

2. konstruksionisme

Paradigma ini berkembang pada awal abad XX sebagai reaksi atas aliran rekonstruksionisme. Meskipun demikian praktek konstruksionisme telah muncul sejak abad XIX seperti yang dilakukan oleh Karl Marx, Augustus Comte dan Herbert Spencer yang tidak puas dengan cara kerja kaum rekontruksionis yang hanya melakukan deskriptif sejarah secara sederhana atas kejadian-kejadian.

Pada abad XX diawali oleh aliran Annales di Perancis yang melahirkan aliran baru dalam sejarah dimana sejarah tidak hanya penjajaran fakta akan tetapi melakukan analisis dengan menggunakan konsep-konsep dan teori-teori ilmu sosial. Aliran ini kemudian dikenal dengan nama Sejarah Sosial. Lahirnya sejarah sosial membuka peluang penulisan sejarah yang tidak hanya sekedar menggunakan sumber sejarah akan tetapi juga menggunakan ilmu-ilmu sosial.

Dalam penulisan historiografi yang menggunakan teori-teori sosial digunakan beberapa model seperti:

a. Model Evolusi

Jenis penulisan yang yang melukiskan perkembangan sebuah masyarakat dari berdiri samapai pada mayarakat yang kompleks. Model ini hanya dapat diterapkan pada bahan kajian yang memang sumber-sumber sejarahnya memungkinkan penulisan sejarah tersebut. Kebanyakan kota-kota di Amerika telah dapat memenuhi kriteria tersedianya bahan-bahan dalam kategori kelompok ini.

Jelasnya model evolusi dapat digambarkan sebagai berikut semakin jauh waktu berjalan, semakin kompleks kehidupan masyarakat. Sbuah kota dengan masyarakat ABC dengan sub komponen x,y,z pada komponen A dan r,s,t pada komponen B serta k,l,m pada komponen C maka setelah bertambahnya waktu maka akan menjadi A1,B1,C1 san sub komponen yang ada menjadi xn,yn,zn rn,sn,tn,kn,ln.mn dan terus menjadi kompleks.

Penerapan di Indonesia dapat digunakan untuk kota-kota yang memang didirikan seperti Batavia yang kemudian menjadi Jakarta, kota-kota pelabuhan, kota-kota stasiun dan lain-lain.

b. Model Lingkaran sentral

Model ini tidak menulis mengenai kota atau masyarakat dari awal, tetapi dari titik yang sudah jadi. Setiap penulisan bertolak dari titik sejarah ditengah-tengah demikian biasanya dimulai dengan lukisan sinkronis tentrang masyarakat tersebut, baru kemudian secara diakronis ditunjukan pertumbuhanya.

Dalam sejarah indonesia mungkin sangat sulit ditemukan yang sepadan dengan model ini karena perkembangan sejarah Indonesia bayak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan luar, seperti imperialisme. Akan tetapi jika kita lihat lebih dalam lagi perkembangan Mataram Lama ke Mataram maka dapat disusun dengan model seperti ini.

c. Model Interval

Model ini merupakan kumpulan dari lukisan sinkronis yang diurutkan dalam kronologis sehingga tampak perkembangannya, sekalipun tidak tampak benar hubungan sebab akibat. Model in terpikirkan misalnya ketika kita mendapatkan keterangan mengenai masyarakat tertentu. Kemudian secara kebetulan ada pula keterangan mengenai masyarakat tersebut pada periode yang berbeda, tanpa adanya rantai yang menghubungkan antara dua periode tersebut.

Prospek dari pendekatan ini dapat kita lihat dari kemungkinan tersedianya sumber sejarah, terutama kalau kita mengingat bahwa sensus penduduk Indonesia tidak teratur.

d. Model Tingkat Perkembangan

Model ini adalah penerapan dari teori perkembangan masyarakat yang diangkat dari sosiologi. Tulisan Neil J. Smelser tentang revolusi industri merupakan contoh dari model ini.dalam tulisanya Smelser menggunakan model differensi struktural untuk melihat perkembangan revolusi industri dan masyarakat inggris, khususnya golongan pekerjanya. Singkatnya model inmengatakan bahwa dalam kondisi tertentu dari suatu struktur sosial ajan berubah sedemikian rupa sehingga peranan yang semula meliputi berbagai tipe kegiatan menjadi semakin terspesialisasi; dengan kata lain struktur sosial menjadi semakin kompleks dan terspesialisasi.

Untuk Indodnesia, pengenalan industrialisasi terjadi dalam sebuah masyarakat kolonial, dan rupa-rupanya perkembangan setelah itu tidak sepenuhnya memenuhi model Smelser ini. Oleh karena itu tentu saja untuk menerapkannya dalam sebuah sejarah Indonesia harus lahir dari kenyataan sejarah atau sosiologi masyarakat indonesia sendiri, sehingga perlu dimodifikasi mengingat adanya struktur sosial ekonomi yang dualistis, atau plural sehingga industrialisasi yang menimpa satu sektor sosial ekonomi dapat memiliki implikasi lain bagi sektor lain.

e. Model Jangka panjang menegah Pendek

Model ini diambil dari cara fernand Braudel menangani sejarah sosial. Braudel membagi sejarah dalam tiga macam keberlangsungan, yaitu pertama ialah sejarah jangka panjang yang perubahanya sangat lamban, merupakan perulangan yang konstan dan perkembangan waktu tidak dapat dilihat; kedua ialah perkembangan yang lamban tapi dapat dirasakan ritmenya. Disinilah letak dari sejarah sosial. Braudel menyebutnya sebagai sejarah jangka menengah yang menempati sebuah sosial tim. Ketiga, ialah sejarah jangka pendek, yaitu sejarah dari kejadian-kejadian, yang terjadi sangat cepat dan pendek-pendek. Salah satu contoh penulisan sejarah di Indonesia yang menggunakan model ini adalah disertasi Soetjipto Tjiptoatmodjo (1983) mengenai selat madura.

f. Sistematis

Model ini sangat sesuai untuk menelusuri sejarah sosial terutama dalam arti perubahan sosial. Model ini diambil dari buku Thomas C. Cochran, Sosial Change in Amerika, yang mencoba pendekatan yang sistematis terhadap perubahan sosial di amerika dalam abad XX. Ia mencoba menerapkan pendekatan behavioral sciences untuk sejarah dan mencoba melihat sejarah amerika yang menghasilkan sebuah sejarah institusional, yang menekankan lebih banyak pada perubahan perilakuyang terkondisi secara hasil lebih daripada uraian sejarah yang melukiskan kejadian politik, orang-orang besar dan kejadian-kejadian yang menarik.

Sistematika model ini banyak menjadi model bagi penulisan mengenai perubahan sosial di Indonesia. Contoh dari penulisan sejarah Indonesia yang mengikuti model ini adalah tulisan dari W.F. Wertheim, Indonesian Society in Transition (kuntowijoyo,1994: 39-49).

Pengaruh perkembangan paradigma ini juga terjadi pada sejarahwan Indonesia yang sedang studi di Amerika. Tokoh Indonesia pertama yang menggunakan ilmu-ilmu sosial adalah Sartono Kartodirdjo yang kemudian diikuti oleh para mahasiswanya terutama Taufik Abdullah dan Kuntowijoyo (Wasino, 2007: 22).

3. Dekonstruksionisme.

Realitas penulisan Historiografi yang Indonesiasentris sebenarnya telah ada sejak Seminar Sejarah Indonesia I di Jogjakarta tahun 1957. Karya Muhammad Yamin yang menonjolkan peranan bangsa Indonesia seperti Indonesia Menggugat, Sanusi Pane, Sejarah Indonesia, dan sebagainya dapat dikatakan telah mendeskontruksi penulisan sejarah pada zaman kolonial. Penulisan masa Yamin ditujukan tidak untuk mencari kebenaran faktual akan tetapi membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia.

Tradisi Yamin ini kemudian dipelopori sejarahwan profesional seperti Sartono Kartodirdjo didekonstruksikan menjadi sebuah sejarah dengan aliran baru. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan dalam seminar sejarah tahun 1971 di Jogjakarta bahwa untuk mengurangi subjektivitas maka dapat digunakan pendekatan ilmu sosial, sehingga sejarahwan harus mampu menguasai konsep-konsep dan teori-teori dalam ilmu sosial (Wasino, 2007: 23).

Sejak saat itu penulisan sejarah digunakan pendekatan ilmu sejarah terutama di jurusan sejarah UGM dan universitas-universitas lain yang dosenya kuliah di UGM. Sementara itu untuk jurusan sejarah seperti yang ada di IKIP-IKIP masih menggunakan tradisi sejarah ala Muhammad Yamin. Baru setelah ada sejumlah dosen lulusan universitas mereka mulai mengikuti gaya ini, bahkan saat ini pendekatan ilmu sosial banyak digunakan atau berkembang di Universitas bekas IKIP-IKIP.

Sejalan dengan gelombang posmodernisme dalam ilmu budaya dan ilmu sosial , maka tradisi penulisan sejarah Indonesiasentris mulai dipertanyakan. Seperti yang dikemukakan oleh Sartono kartodirdjo bahwa dalam realitasnya banyak mengalami kelemahan, seperti (1) banyak penulisan sejarah model ini hanya melanjutkan tradisi lama karena sejarahwan dibebani dengan subjektivitas kebangsaan, (2) Sejarahwan terjebak dalam mainstream kolonial karena dalam mengupas sejarah selalu dibenturkan dengan kolonialisme, (3) Tema menjadi terbatas hanya pada yang terkait dengan nasionalisme dan anti kolonialisme.

Pasca Sartono kemudian terjadi lagi sebuah deskontruksi dari model penulisan sejarah yang ada, seperti yang dilakukan oleh mantan murid Sartono yaitu:

· Taufik Abdullah, mengatakan bahwa sejarah juga harus memperhatikan manivestasi Individual bukan hanya pada sejarah struktural. Untuk mencegah Dehumanisasi maka peran individual juga perlu ditonjolkan.

· Kuntowijoyo, melihat bahwa sejarah Indonesiasentris bergerak hanya sebagai sejarah dekolonisasi. Sementara itu pendekatan ilmu sosial sulit dipahami masyarakat sehingga sejarah yang ditulis hanya seperti ”Menara Gading”, sehingga perlu dicari nilai etis yang berarti Historiografi sebagai kritik Sosial.

· Bambang purwanto, mengajukan konsep dekonstruksi dalam perspektif Indonesia yang terbagi dalam beberapa tataran.yaitu (1) perspektif Indonesiasentris diganti dengan perspektif factual, (2) fokus kajian berganti dari orang besar menjadi rakyat kebanyakan, (3) penekanan pada peranan individu tanpa melupakan tatanan masyarakat (Wasino, 2007: 25).



BAB III

PENUTUP

Simpulan

Dalam perkembangan historiografi Indonesia terjadi tiga tahap, yaitu

a. Historiografi tradisional

b. Historiografi kolonial

c. Historiografi Pasca Kemerdekaan

d. Historiografi Indonesia Modern

Teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak observasi dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.

Dalam perkembangan historiografi indonesia terjadi penggunaan teori-teori sosial yang terjadi dalam beberapa tahap yaitu:

a. Rekonstruksionisme

Pada masa ini sejarah hanya merupakan paparan fakta-fakta tanpa menggunakan analisis pendekatan ilmu-ilmu sosial.

b. Konstruksionisme

Pada masa ini sejarah dibangun atau dikonstruksikan dengan pendekatan-pendekatan ilmu sosial.

c. Dekonstruksionisme

Pada masa ini penggunaan teori-teori sosial budaya mulai diragukan.


DAFTAR PUSTAKA

Kartodidjo, Sartono.1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Kuntowijoyo.1994.Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.

Himpro Sejarah. 2007. Kumpulan Makalah, Pemikiran Ulang Historiografi Dan Sistem Pendidikan Sejarah Indonesia. Semarang: FIS

Internet:

http://id.wikipedia.org/wiki/teori

http://id.wikipedia.org/wiki/Historiografi.

http://blog.bukukita.com/users/ermawati/?postId=6240

http://anasluthfi.blogspot.com/2006/03/halo-apakah-sejarah-punya teori.

http://blog.bukukita.com/users/ermawati/?postId=6240

http://elroem.com/2008/10/23/historiografi.html

http://halimsani.wordpress.com/2007/09/06/teori-teori-sosial-dari-ilmu-sosial-sekuleristik-menuju-ilmu-sosial-intergralistik/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar