Jumat, 09 April 2010

KH. Mbah Muntaha Al Hafid

Sejarah Pondok Pesantren Al Asy’ariah, Kalibeber, Wonosobo

mbah-mun

Pesantren Al Asy’ariyah adalah sebuah pesantren
tua. Mbah Muntaha merupakan generasi ketiga pemegang pesantren
tersebut. Pendiri pesantren ini adalah Kyai Abdurrahman, ulama
seperjuangan Pangeran Diponegoro.

Pada saat Diponegoro ditangkap oleh Belanda, para pengikutnya dikejar-kejar, Mbah Abdurrahman berhasil meloloskan diri, dan bersembunyi di lereng pegunungan Dieng –kelak, daerah ini menjadi desa Kalibeber sekarang. Di desa ini Mbah Abdurrahman menyebarkan dan mengajarkan Islam. Akhirnya, ketika para santri mulai berdatangan, cikal bakal pesantren Al Asy’ariyah berdiri.

Generasi
kedua pesantren ini diasuh oleh sang putra, Kyai Asy’ari –nama yang kelak diabadikan oleh Mbah Muntaha untuk nama pesantren tersebut. Ternyata, pemilihan nama tersebut, bukan tanpa sebab. Tetapi karena kesan mendalam Mbah Muntaha atas perjuangan Mbah Asy’ari yang gigih membela rakyat dan Islam, terutama dalam konfrontasinya dengan Belanda.

Pada
masa kemerdekaan, karena kecintaan Mbah Asy’ari terhadap rakyat dengan advokasi-advokasi kerasnya, dan kecintaannya terhadap kemerdekaan dan Tanah Air, Belanda merasa gerah. Mbah Asy’ari dikejar-kejar. Untuk menghindari penangkapan Belanda, Mbah Asy’ari mengungsi ke daerah lereng terjal pegunungan Dieng yang sangat sulit dijangkau orang, Dero Duwur. Belum sempat kembali lagi ke Kalibeber, Mbah Asy’ari terserang sakit, dan wafat di tempat persembunyian tersebut. Setiap menjelang Ramadhan, sudah menjadi tradisi, para santri Kalibeber diwajibkan untuk napak tilas perjuangan berat Mbah Asy’ari ini, dan sekaligus berziarah ke makam beliau. Bagi saya, tradisi napak tilas ini adalah sebuah tradisi yang sangat bermakna. Pada saat-saat napak tilas tersebut semangat patriotisme seakan-akan meledak. Luar biasa.

Sepeninggal
Mbah Asy’ari, sebagai putra tertua, Mbah Muntaha mengambil alih estafet kepemimpinan pesantren warisan Mbah Abdurrahman tersebut, dan dirubah-namakan menjadi Al Asyari’ah. Pesantren ini tetap melanjutkan tradisinya sebagai pesantren penghafal Al Qur’an. Mbah Mun, selain mendapatkan ijazah hafidz dari beberapa kyai ternama pada masanya, juga berguru ke beberapa ulama besar pada zamannya.

Kini kita benar-benar kehilangan panutan dan pengasuh kita, kini KH Muntaha Alhafidz telah wafat, Rabu, 29 Desember 2004.

( ahmad ngizudin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar